Rabu, 22 Juli 2009

Kekuatan Berbagi– The Power Of Giving

Pengantar: John Harricharan

[seri terjemahan dari ebook Joe Vitale—The Greatest Secret Of Money-Making in History!] memenuhi janji saya di Aku Cinta Uang.

Saat itu cuaca sangat terik, di suatu musim panas beberapa tahun yang lalu. Saya sedang mengendarai mobil untuk mengambil dua barang di toko sayur. Beberapa hari terakhir saya sangat sering belanja di supermarket karena seperti saya tidak mempunyai uang yang cukup untuk belanja sekaligus kebutuhan satu pekan.

Anda tahu, istri saya yang muda belia, baru saja mengalami pertempuran hebat yang tragis melawan kanker. Dan dia meninggal beberapa bulan lalu. Saya tidak punya asuransi—banyak biaya yang harus dibayar dan tumpukan tagihan yang menggunung. Saya bekerja paruh-waktu, uangnya hanya cukup untuk memberi makan dua anak saya yang masih kecil. Segalanya terlihat buruk—sangat buruk.

Dan begitu juga hari itu, dengan hati suntuk dan empat dolar dalam kantong, saya dalam perjalanan ke supermarket untuk membeli segalon susu dan sepotong roti. Anak-anak kelaparan. Saya harus memberi mereka makan. Ketika saya berhenti di lampu merah, saya perhatikan di sebelah kanan saya, seorang pria, seorang wanita muda dan seorang anak kecil di rumput seberang jalan. Panas tengah hari membakar mereka tanpa ampun.

Si pria memegang papan bertuliskan, “Bekerja apa saja untuk makanan.” Si wanita berdiri di sampingnya. Memandangi mobil-mobil yang sedang berhenti. Si anak, usianya kira-kira dua tahun, duduk di rumput memeluk boneka bertangan satu. Saya memperhatikan semuanya dalam tiga puluh detik sampai lampu berubah hijau.

Saya sangat ingin membagi sebagian uang saya kepada mereka. Tapi, jika saya melakukan hal itu, uang saya tidak akan cukup untuk membeli susu dan roti. Empat dolar, itulah harapan yang saya punya saat itu. Ketika lampu berubah hijau, saya menatap ketiga orang itu penuh penyesalan (karena tidak membantu mereka) dan merasa sedih (karena saya tidak punya cukup uang untuk dibagi kepada mereka).

Sepanjang perjalanan, saya tak dapat melupakan bayangan ketiga orang itu. Kesedihan, mata sendu keluarga muda itu tinggal dalam ingatan saya selama beberapa mil. Sampai akhirnya saya tak dapat menahan perasaan itu lagi. Saya merasa kesakitan dan harus melakukan sesuatu. Saya memutar balik dan kembali ke tempat saya melihat mereka tadi.

Saya menepi dan berhenti di dekat mereka. Lalu, memberi dua dolar dari empat dolar yang saya punya kepada si pria. Air mata menetes dari matanya ketika dia mengucapkan terima kasih. Saya membalasnya dengan senyum dan mengemudi lagi ke supermarket tujuan saya. Mungkin susu atau roti sedang diskon, pikir saya. Dan bagaimana jika hanya susu, atau roti yang dapat saya beli? Ya, itulah yang akan terjadi.

Saya berhenti di tempat parkir, masih memikirkan semua kejadian tadi. Saya senang dengan apa yang telah saya lakukan. Ketika turun dari mobil, kaki saya terantuk sesuatu di lantai semen. Kaki saya menendang uang dua puluh dolar. Saya tidak percaya kejadian itu. Mata saya mengedari seluruh ruangan parkir, tangan saya gemetar mengambil uang itu. Kemudian saya berjalan masuk ke toko, membeli tidak hanya susu dan roti, tapi beberapa barang lain yang sangat saya butuhkan.

Saya tidak pernah melupakan kejadian hari itu. Peristiwa tersebut mengingatkan saya bahwa semesta (universe) sangatlah aneh dan misterius. Hal itu menegaskan kepercayaan saya bahwa tak pernah ada kata rugi karena memberi kepada semesta (universe). Saya memberi uang dua dolar dan mendapat balasan dua puluh dolar. Dalam perjalanan pulang dari supermarket, saya singgah lagi ke tempat keluarga yang kelaparan tadi dan berbagi lagi beberapa dolar dengan mereka.

Kejadian tersebut adalah satu dari banyak kejadian lain dalam hidup saya. Sepertinya semakin banyak kita memberi, semakin banyak yang kita dapat. Hal itulah,mungkin, satu dari hukum universal yang berbunyi, “Jika kamu ingin menerima, kamu harus memberi lebih dulu.”

Ada pepatah singkat yang mengatakan:

“Ada seorang pria, mereka menyebutnya gila,

Semakin banyak dia memberi, semakin banyak yang kembali.”.

Jangan percaya begitu saja dengan cerita saya. Tapi jujurlah kepada hati. Cobalah untuk memberi dan anda akan terkejut dengan hasil yang terjadi. Secara umum, balasan-balasan itu tidak langsung berasal dari orang yang kita beri. Semuanya berasal dari sumber-sumber yang tidak bisa kita bayangkan. Jadi, berbagi adalah jalan menuju kekayaan.

Cobalah memberi kesempatan kepada prinsip universal. Beri kesempatan kepada diri anda. Prinsip-prinsip universal selalu berjalan sempurna.

Terkadang balasan dari memberi terjadi seketika seperti cerita nyata di atas. Dilain waktu, akan memakan waktu lebih lama. Tapi yakinlah akan hal ini: Memberi dan anda akan menerima—anda akan menerima berlipat-lipat dari yang anda beri.

Dan ketika anda memberi, jangan melakukannya dengan hati yang ketakutan. Tapi hati yang penuh syukur. Anda akan takjub bagaimana semua berjalan sempurna. Bukalah gerbang kekayaan hidup anda dengan memberi sedikit dari apa yang anda miliki kepada yang membutuhkan. Seperti yang dikatakan Guru besar, “Berilah dan semuanya akan diberikan kepadamu… .”

Cobalah. Anda akan menyukainya.

John Harricharan adalah penulis “When You Can Walk on Water, Take the Boat” yang memperoleh penghargaan.


Please Visit

Jilbab Bukan Sekadar Simbol

Siapa sih yang nggak tahu jilbab itu apa? Yupz…jilbab adalah baju takwa seorang muslimah. Meski banyak salah kaprah dalam memahami definisi jilbab tapi kita semua sepakat bahwa aurat muslimah itu semua bagian tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Dan itu, kudu ditutup biar yang tidak berkepentingan nggak bisa lihat.

Seiring dengan gencarnya dakwah Islam di tengah masyarakat, Alhamdulillah banyak muslimah yang sadar untuk menutup aurat. Di satu pihak, hal ini kudu kita syukuri. Tapi di pihak lain, ternyata jilbab marak itu hanya sekedar trend. Parahnya, ada juga pihak yang menjadikan jilbab ini hanya sebatas simbol berupa secarik kain penutup kepala. Bahkan akhir-akhir ini banyak pro dan kontra tentang jilbab yang katanya sebagai komoditi politik golongan tertentu.
Hmm…ternyata jilbab membawa bahasan yang tak kalah serunya untuk diobrolin. Biar anti manyun, ikuti terus yuk topik tentang jilbab ini. Tarik maaang!

Jilbab=ketundukan
Inti dari Islam adalah ketundukan. Tunduk dan patuh pada Dzat Yang Maha Menciptakan dan Mengatur, termasuk dalam urusan berpakaian seorang muslimah. Dalam hal ini, Allah telah mengaturnya dalam QS an-Nur [24]: 31 dan al-Ahzab [33]: 59 (untuk isi ayat dan terjemahannya secara lengkap, silakan baca al-Quran yang kamu punya ya..).

Ketika Allah Swt. telah menetapkan satu syariat bagi manusia, maka tak ada pilihan bagi manusia tersebut untuk memilih syariat/aturan lainnya. Perintah Allah ini haruslah disambut dengan ketundukan dan keikhlasan dalam menjalankannya (nah, biar lebih mantap, penjelasan ini bisa kamu baca di al-Quran surat al-Ahzab ayat 36)

Meskipun demikian, ternyata fakta di lapangan menunjukkan bahwa berjilbabnya seseorang tidak selalu karena factor takwa. Banyak factor-faktor lain yang menyertai niat seseorang ketika ia memutuskan menutup aurat. Ada yang berjilbab karena alasan lebih simple dan nggak bingung memilih mode ketika akan bepergian. Ada juga yang mengatakan dirinya terlihat lebih cantik bila berjilbab. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa sudah waktunya berjilbab karena sudah berumur. Hanya anak muda saja yang pantas untuk tidak berjilbab. Waduh…kacau juga ya.

Parahnya, ada yang berjilbab karena bintang idolanya berjilbab juga. Atau istri politisi tertentu berjilbab, sehingga akhirnya hal ini jadi alasan untuk ikut pemilu dalam sistem kufur bernama demokrasi. Bahkan saat ini jilbab menjadi salah satu media untuk mempolitisir Islam.

Padahal sesungguhnya, jilbab adalah satu bentuk kecil dari ketundukan dan ketaatan seorang hamba kepada Khaliknya. Sedangkan bentuk ketaatan lainnya masih sangat banyak yaitu dalam semua aspek kehidupan. Termasuk juga dalam menyalurkan aspirasi politik, umat Islam kudu taat pada aturan Allah Ta’ala secara mutlak. Tidak boleh hanya karena simbol jilbab terus jadi ikut-ikutan berpesta demokrasi yang jelas-jelas menjadikan manusia sebagai berhala. Yang bersimbol jilbab aja nggak boleh, apalagi bagi yang tidak berjilbab. Ini masalah prinsip Bung! Bukan sekadar ikut-ikutan aja karena setiap amal pastilah akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Jilbab dan politik
Di tengah suhu Indonesia yang panas dengan gempita pemilu, jilbab menjadi ramai diperbincangkan. Ada pro dan kontra menyikapi soal jilbab ini. Ada yang bersuara keras agar jilbab tidak dikaitkan dengan kepentingan politik apa pun. Agama terlalu suci untuk dilibatkan dengan politik yang kotor, itu alasannya. Tapi di sisi lain, ada juga pihak yang tersepona, eh, terpesona karena ada sosok tertentu yang berjilbab sehingga menganggapnya lebih islami.

Agar kamu nggak bingung, yuk kita dudukkan masalah jilbab dan politik ini di tempat semestinya. Pertama, kamu kudu paham dulu makna politik. Dalam Islam, politik adalah riayatus-syu’unil ummah, yaitu mengurusi urusan umat dengan satu sistem tertentu yaitu Islam. Yang namanya urusan umat, itu bukan tentang jilbab saja. Tapi sejak mulai bangun tidur hingga tidur lagi termasuk juga dalam mengelola perekonomian, pendidikan, pidana, perdata dsb, itu juga bagian dari urusan umat.

Islam tidak mengenal sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Sebaliknya, Islam adalah the way of life plus ideologi yang kudu ada pada diri seseorang yang mengaku dirinya muslim. Karena tak ada sekulerisme, maka politik pun menjadi bagian dari Islam. Ketika kamu sadar sebagai muslimah kudu berjilbab, maka saat itulah kamu mempunyai kesadaran politik yang bagus. See…ternyata makna politik tidak sesempit yang kamu kira sebelumnya.

Politik tidak melulu bermakna kekuasaan. Tapi kekuasaan diperlukan untuk menegakkan agama termasuk salah satunya adalah berjilbab. Mungkin kamu nggak pernah ngalami yang namanya berjilbab diusir dari sekolah negeri. Itu karena saat itu peraturan pemerintah melarang pemakaian jilbab di lingkungan akademis. Walhasil, yang namanya muslimah berjilbab diseret dan diusir dari kelas menjadi hal yang lazim sekaligus mengenaskan. Saya pun pernah diintimidasi aparat hanya karena menolak foto KTP dan SIM yang memperlihatkan telinga.

Dari cerita di atas, jelas banget kan kalo ternyata kebijakan politik yang pro syariah itu sangat dibutuhkan. Dan syariah ini nggak akan mungkin kaaffah (keseluruhan) dilaksanakan dalam sistem yang bernama demokrasi. Karena hakikat demokrasi ini adalah suara terbanyak tak peduli halal dan haram. Jadi kalo mayoritas bilang jilbab haram, maka sah saja negara bilang jilbab haram. Begitu sebaliknya, bila pelacuran dikatakan halal karena ada maslahat di sana yaitu pajak bagi negara, maka demokrasi pun mengesahkannya.

Intinya, syariah Islam nggak bakal bisa sempurna penerapannya dalam sistem kufur bernama demokrasi. Syariah hanya bisa tegak dalam sebuah sistem yang memang sudah ada tuntunannya dalam Islam yaitu Khilafah Islamiyah. Inilah sebuah kepemimpinan umum kaum muslimin sedunia tanpa ada sekat-sekat bernama nasionalisme.

Jilbab= simbol?
Ngomongin jilbab ternyata tidak sederhana ya? Bukan melulu selembar kain penutup kepala yang saat ini lagi trend dipakai perempuan. Aturan jilbab diturunkan bukan tanpa maksud. Di dalam QS al-Ahzab ayat 59, Allah Swt. menyatakan bahwa agar para muslimah itu mudah dikenali dan tidak diganggu. Para munafiqun biasanya berdalih, bahwa hukum berjilbab tidak lagi wajib apabila muslimah tidak lagi mendapat gangguan. Nah…lho… (ngarang deh lo!)

Di posisi inilah keimanan seorang muslim teruji. Dalam melaksanakan syariat, bukan manfaat yang kita kejar. Tapi harus murni karena taat dan tunduk pada Allah semata. Apabila ada manfaat di dalamnya, itu hanya efek samping dan bukan tujuan utama. Yakinlah, bahwa syariat yang berasal dari Allah Ta’ala itu pasti membawa manfaat bagi manusia. Hanya karena kelemahan dan kebodohan manusia saja, yang seringkali kita ini belum mampu menyibak makna di balik perintah dan larangan Allah.

Jilbab memang sebuah simbol, bahwa seseorang yang memakainya adalah perempuan muslim. Jilbab adalah simbol bahwa muslimah yang memakainya itu (seharusnya) berbeda daripada yang tidak memakai. Aneh banget bila berjilbab tapi masih suka boncengan sama cowok non mahrom. Berjilbab tapi mojok berduaan dan beraktivitas mesum, nauzhubillah. Jilbab sebagai simbol baju takwa seorang muslimah menjadi runtuh. Sehingga tak heran banyak suara nyinyir yang mengatakan ‘lebih baik nggak usah berjilbab kalo kelakuan masih bejat.’

Wah….ini yang sering salah kaprah. Kalo ada cewek berjilbab yang tingkah lakunya nggak senonoh, bukan jilbabnya yang salah. Tapi pribadi cewek tersebut yang kudu dibenerin. Jangan malah, udah nggak berjilbab, kelakuan rusak lagi. Watau, naudzhubillah. Jangan mau jadi tipe yang ini. Harusnya tuh, berjilbab dan sholihah, itu cermin diri muslimah yang sebenarnya.

Nah, bagi yang berjilbab tapi masih norak, juga kudu nyadar bahwa jilbab yang tersandang itu mempunyai konsekuensi tertentu pula. Jadi udah nggak bisa seenaknya sendiri ketawa ngakak di depan umum, terus runtang-runtung sama cowok non mahrom. Jangan deh.

Jilbab memang simbol tapi esensinya juga kudu harus dipahami. Jilbab adalah tabir bagi muslimah dari berbuat maksiat dan dosa. Jilbab adalah sebuah identitas diri bahwa pemakainya juga harus sesuai dengan apa yang dipakainya. Jilbab adalah satu langkah awal untuk siap menerima aturan-aturan Allah lainnya termasuk dalam hal pergaulan, batasan dengan lawan jenis, serta interaksi lainnya.

Jilbaber pejuang
Jilbab adalah wajib bagi yang merasa dan mengaku dirinya perempuan muslim. Jilbab memang terkait erat dengan politik tapi dalam makna yang benar. Meskipun terkait erat dengan politik, tidak berarti bahwa seseorang yang sudah berjilbab maka sudah tentu ia setuju dan memperjuangkan diterapkannya syariah. Dalam hal ini, sebagai muslimah kamu kudu kritis dan selektif. Jangan mau diperdaya oleh petinggi-petinggi partai yang berkoalisi demi empuknya kursi kekuasaan namun menjual idealisme penegakan syariat Islam.

Terkait dengan hasil pemilu yang baru saja berlalu, siapa pun pemenangnya, berjilbab atau pun tidak istri para pemimpin tersebut, tetap hukum kufur aturannya. Jadi, nggak usah terlalu gembira deh hanya karena partai islam tertentu berkoalisi dengan pemimpin yang menang tersebut. Toh…keadaan tidak akan pernah berubah karena syariat masih saja dianggap tidak perlu untuk ditegakkan.

Sistem demokrasi, berhala manusia saat ini, masih saja tampil sebagai pemenang. Hal ini tak ada kaitannya dengan kemenangan partai Islam tertentu, apalagi kemenangan hasil koalisi dengan partai sekular. Jilbab benar-benar dianggap hanya sekadar selembar kain yang tak mempunyai makna apa-apa. Naudzubillah. Bila kepentingan duniawi telah mengalahkan cita-cita mulia partai dakwah, maka tunggu saja ketika Allah akan memberikan keputusanNya.

So, para muslimah, WAKE UP! Di balik jilbab yang kamu kenakan ada tanggung jawab besar untuk membuat perubahan. Jangan mau terpedaya oleh slogan palsu yang mengatasnakaman Islam. Gimana supaya tak gampang terpedaya? Belajar Islam yang kaafaah sebagai sistem kehidupan yang utuh, bukan sepotong-sepotong. Bagaimana pun, harga sebuah idealisme harusnya lebih mahal daripada kepentingan bagi-bagi kursi dalam pemerintahan yang tidak islami. Cita-cita diterapkannya syariat Islam nggak boleh luntur secuil pun dari perjuanganmu. Dan syariah Islam ini nggak mungkin bisa diterapkan kecuali dalam sebuah sistem bernama Khilafah Islamiyah.

Jilbaber, ayo berjuang bersama. Bagi yang belum berjilbab, ayo mulai saat ini tanamkan tekad untuk memulai sebuah perubahan dalam dirimu. Di mana pun kamu berada dan bergerak, samakan langkah agar tujuan lebih mudah teraih, insya Allah. Karena sungguh tak ada kemuliaan kecuali dengan Islam, tak ada Islam tanpa syariah, tak ada syariah kecuali dalam naungan daulah Khilafah Islamiyah. Semangat!

Click Here Please

Haruskah Hanya Jadi Karyawan Seumur Hidup?

Jika Anda bukan seorang CEO (Chief Executive Officer) urungkan niat anda untuk hanya menjadi seorang karyawan seumur hidup, jika Anda telah membaca buku karangan Safir Senduk mungkin anda bisa menjadi seorang karyawan yang kaya namun anda harus menabung dulu dan menghemat pengeluaran untuk bisa mempunyai harta atau anda bisa berhutang dulu untuk mempunyai modal yang nantinya modal itu akan anda produktifkan, menurut saya sebenarnya itu bukan cara untuk menjadi kaya tetapi hanya mensiasati agar tidak besar pasak daripada tiang, menggunakan uang dari gaji secara bijak untuk bisa hidup dengan mapan, setelah anda membaca buku Safir Senduk coba anda ikuti dg apa yang disampaikan Robert T.Kiyosaki dalam bukunya teori Cashflow Quadrant.

Arus uang orang rata-rata : Penghasilan Rp.2 juta – Pengeluaran Rp.2 juta = saving 0 (mereka mendapatkan gaji yang langsung dibelanja kan…tidak ada yang tersisa untuk simpanan)

Arus uang orang kelas menengah : Penghasilan Rp.5 juta – Bayar hutang Rp.3 juta –Pengeluaran Rp.2 juta = saving 0 (mereka bekerja mendapatkan gaji, karena ingin hidup lebih baik sedangkan gaji tidak mencukupi terpaksa berhutang (credit card, rumah, mobil, motor) mereka bayar dulu hutang baru kemudian pengeluaran tetap tidak ada saving!)

Arus uang orang kaya yang semakin kaya : Penghasilan Cashflow Rp.5 juta – Bayar hutang Rp.2 juta (ditekan) – Pengeluaran Rp.1 juta (ditekan) = saving Rp.2 juta (mereka memiliki saving yang akan mereka belikan asset yang dapat menghasilkan pasive income lebih besar lagi!
(menyewakan rumah, deposito, saham) ORANG KAYA akan SEMAKIN KAYA!

Bagaimana caranya kita bisa menghasilkan saving untuk membeli asset?

Employee(orang yang bekerja pada orang lain yaitu karyawan, pegawai, pembantu rumah tangga,bahkan direktur dan manager masuk dalam quadran ini karena mereka bukan pemilik perusahaan), menurut mereka jika setiap bulan menerima penghasilan akan aman…padahal kalau di PHK atau sakit? Penghasilan hilang seketika!

Self Employee(mendapatkan penghasilan atas usaha/kemampuan sendiri, contoh: dokter,pengacara, guru private, pedagang,dsb,jika tidak melakukan praktek usaha mereka tidak akan mendapatkan penghasilan, orang-orang ini tidak digaji orang lain, penghasilan tidak tetap tergantung dari orang yang butuh jasa mereka.

Business Owner(orang yang memiliki usaha tanpa harus terjun dalam bisnis tsb, contohnya seorang pemilik toko belum dikategorikan dalam quadran ini jika dia sbg pemilik toko setiap hari masih membuka dan menutup toko serta melayani konsumen toko dan menjadi kasirnya)

Investor(orang yang berani berinvestasi misalnya di bidang real estate, saham, dsb, orang semacam ini penghasilannya berupa passive income yaitu income yang tidak tergantung dia berkerja atau tidak, penghasilan akan tetap datang)

Kiyosaki dalam teorinya mengatakan bahwa orang tidak harus berada dalam satu quadran saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka bisa berada di semua quadran.

Bagaimana bisa? Sebagai contoh: Pak Ahmad seorang guru bahasa inggris di salah satu SMA swasta dalam hal ini dia termasuk orang di quadran E,tapi dirumah dia memberikan les private kursus bahasa inggris dalam melakukan ini dia mendapatkan penghasilan tambahan, sbg guru private ini dia dikategorikan dalam quadran S.Lebih daripada itu dia mempunyai sebuah toko warisan orang tuanya.

Karena dia bekerja sbg guru dipagi hari dan sbg guru private di malam hari, maka dia tidak bisa mengelola usaha dan menjaga tokonya itu maka diapun menyerahkan kepada istrinya dan membayar orang untuk menjaga toko itu,meskipun hasil toko tidak sebanyak jika dia jaga sendiri tapi setidaknya ada arus uang masuk (cashflow) dari toko tsb.

Dalam hal ini dia tergolong di quadran B. Lebih jauh lagi dengan penghasilan sbg E,S dan B, dia berhasil menyimpan uang yang selanjutnya karena dia sudah mempunyai rumah dari warisan orangtuanya maka dibelikan rumah untuk dikontrakkan.Karena cerdiknya dia mengelola uang dia berusaha melakukan kerjasama dengan rekan-rekannya dalam menciptakan lahan usaha baru, dalam usaha ini dia hanya sbg penanam saham,sehingga dia memperoleh penghasilan pasif (passive income) dari berbagai pihak.Kontrakan,rumah yang disewa dan kerjasama merupakan investasinya, dalam hal ini di dikategorikan termasuk orang di quadran I.

Semua berhasil dia raih tepat pada saat dia menginjak pensiun. Bayangkan dan bandingkan jika dia cuma menekuni sbg guru SMA saja!

Pertanyaannya adalah:
•Bagaimana anda memperoleh penghasilan saat ini?
•Berapa sampai saat ini nilai asset anda yg sudah memberikan passive income?
•Seandainya saja anda inginkan cashflow sebesar 30 juta/bulan artinya anda mesti membangun asset senilai 3 milyar yang anda simpan di deposito dengan asumsi bunga 1% perbulan.

Mungkinkah hal tsb bisa anda capai dalam kurun waktu 5 th dengan pekerjaan anda saat ini ?



Segera Kunjungi dan daftar di : http://www.bisnis5milyar.net/?id=anak_rajawali13

Dan : http://www.eamega.com/SAHURI_NUR

Mengapa Anda Harus Memiliki Bisnis Sendiri?

Krisis ekonomi global yang sejak awal tidak terlalu dikhawatirkan ternyata lambat laun mulai berimbas.Krisis Ekonomi Global diperkirakan oleh banyak pihak akan mendatangi kehidupan kita seperti deru ombak yang menerjang dengan kekuatan yang sangat dahsyat, Diperkirakan akan lebih dahsyat daripada krisis ekonomi yang pernah melanda sebelum-sebelumnya,yang telah memporakporandakan kehidupan ekonomi banyak orang.

Apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapinya?

Kebanyakan orang merasa cukup puas dan aman jika mendapatkan penghasilan dengan menjadi karyawan.Lantas mengapa kita harus memiliki bisnis meski sudah mendapatan pekerjaan yang bagus?

Sebuah survey Harvard membuktikan bahwa pada usia 65 th,orang terbagi dalam beberapa keadaan sebagai berikut :

- 35 % meninggal dunia
- 5 % masih bekerja
- 4 % pensiun/tabungan pas-pasan
- 55 % miskin(tergantung pada anak,gelandangan,dll)
- 1 % kaya

Ternyata 1 % orang kaya tersebut berasal dari profesi sbb:
- 10 % CEO, Top manager
- 10 % dokter ahli, pengacara, artis (profesional yang sukses)
- 5 % sales asuransi, sales rumah
- 1 % lain – lain (lotre, judi, undian)
- 74 % bisnis (pemilik usaha)

Apa itu Bisnis? Bisnis adalah bukan sekedar jual produk/jasa tetapi ditambah dengan SISTEM.

Bagaimana memiliki SISTEM ? Menurut pakar bisnis Robert T. Kiyosaki ada 3 cara sbb:

1. Membuat sendiri (misal perusahaan, modal > 1 M)
2. Membeli waralaba (modal > 100 juta)
3. Mengikuti pemasaran jaringan (termasuk online business
seperti reseller, dan affiliate program)

Pemasaran Jaringan adalah suatu proses investasi yang sederhana. Jika begitu sederhananya proses untuk sukses,mengapa tidak banyak orang yang berhasil?

Jawabannya persis seperti yang diutarakan oleh Robert T. Kiyosaki dalam bukunya GUIDE TO INVESTING bahwa:Investasi adalah sebuah rencana yang sederhana,suatu proses menjadi kaya yang sering kali membosankan, tidak menggairahkan dan nyaris mekanis.

Manusia cepat bosan dan ingin menemukan sesuatu yang lebih menyenangkan dan menggairahkan.Itu sebabnya hanya 3 dari 100 orang menjadi kaya.

Mereka mulai mengikuti suatu rencana, dan tak lama kemudian mereka bosan.Maka mereka berhenti mengikuti rencana itu dan kemudian mencari kembali cara jitu untuk menjadi kaya dengan cepat.

Mereka mengulangi proses kebosanan, kesenangan, dan kebosanan lagi selama sisa hidup mereka. Itu sebabnya mereka tidak menjadi kaya.Mereka tidak mampu menanggung rasa kebosanan akibat mengikuti rencana sederhana yang tidak rumit untuk menjadi kaya. Kebanyakan orang mengira ada suatu daya magis untuk menjadi kaya lewat investasi.

Atau mereka mengira jika suatu rencana tidak rumit, maka rencana itu pasti tidak bagus.

Percayalah, jika sampai pada masalah investasi, sederhana adalah lebih baik daripada rumit (disadur dari buku GUIDE TO INVESTING – Robert T. Kiyosaki).

Ketika mendapatkan kesempatan bisnis ada 2 golongan orang:

90 % mau menunggu bukti (menunda)
10 % mau menjadi bukti (bergerak cepat untuk merealisasikannya)

Dari 2 golongan di atas, mana yang akan sukses? Sudah pasti mereka yang ingin MENJADI BUKTI yang akan sukses.

Anda ingin berada pada golongan yang mana?
Keputusan Anda saat ini adalah masa depan Anda sendiri.



Segera bergabung : Click Here