Tampilkan postingan dengan label Ruhiyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ruhiyah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Juli 2009

Perjalanan Cinta

Disepertiga malam-Mu dengan sifat PADI ku bersimpuh memohon ampun pada-Mu. Seribu tanya terus menggebu diqolbu, akankah ku temui BIDADARI ku disana. Disyurga, yang disanalah bidadari yang cantik dan tidak pernah disentuh jin dan manusia sebelumnya menunggu manusia bertakwa. Semua kan kupertaruhkan DEMI CINTA ku pada Rabb Yang Maha Kuasa pemilik dan penguasa alam raya. SUDAHLAH cukup perbuatan dosa dan sia-sia yang aku lakukan. Kenyataan dan pengalaman telah BERI AKU ARTI tentang bagaimana seharusnya mnjalani hidup. Meski TERLANJUR banyak kesalahan yang telah kuperbuat, tetap ku yakin BEGITU INDAH anugerah dan ampunan yang Allah berikan kepadaku. Semoga MAHADEWI disyurga kan menyambutku, saat kelak aku menghadap-Mu. Tuhan, sungguh aku tak sanggup DI SINI TANPA-MU, tanpa curahan kasih sayang-Mu, tanpa lindungan-Mu sekejap matapun sungguh ku tak akan mampu. Aku coba terus belajar dan teladani akhlak mulia SEPERTI KEKASIHKU, kekasihmu, kekasih Allah, Nabi Muhammad Saw. Rasul tercinta, teladan umat, Nabi teragung sepanjang zaman. SOBAT, ingatlah terus akan Tuhan-Mu niscaya Dia akan selalu mengingatmu di waktu lapang dan sempit.

BAYANGKANLAH jika mulut terkunci, hanya kaki dan tangan kita yang bicara takkan ada yang bisa membela kecuali amal perbuatan kita. Tak ada SESUATU YANG INDAH selain kehidupan disurga. Memang Allah menciptakan manusia SEMUA TAK SAMA, namun di hadapan-Nya semua tak ada beda, hanya iman dan takwa yang membuat manusia berbeda. KEMANA ANGIN BERHEMBUS Allah akan selalu bersama kita, Dia akan selalu menjaga kita, mengawasi tingkah kita, karena Dialah yang menciptakan kita dan dunia beserta isinya serta makhluk LAIN DUNIA yang tentu kita percaya keberadaanya. Aku sadar dunia ini tak lebih dari sebuah PERJALANAN yang harus kulewati untuk menuju persinggahan yang abadi. SEANDAINYA BISA MEMILIH diakhirat kelak, tentu semua manusia memilih surga. Namun akhirat bukan tempat untuk memilih bagi manusia, dunialah tempat memilih jalan mana yang akan menempatkan manusia ke surga atau neraka. KeANGKUHan manusia yang tak mau beriman kepada Allah & RasulNya, menolak kebenaran yang dibawa Rasulallah menjerumuskan manusia kedalam LINGKARAN api neraka. Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua makhluk ciptaanNya. Tak ada KASIH TAK SAMPAI kepada semua manusia atas segala curahan kasihsayang-Nya , karena manusialah yang sesungguhnya tak mengerti dan memahami kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Mahasuci Allah dengan sifat2-Nya Yang Maha Rahman dan Rohim.

KETAKJUBAN hati atas segala curahan nikmat yang Allah anugerahkan kepadaku akan selalu ku iringi dengan rasa syukur, pengabdian dan takwa kepada-Nya, Allah Yang Maha Esa. Akan selalu ku jaga hati ini agar tidak menjadi HITAM. Karena hati yg hitam akan mudah RAPUH jika dihadapkan pada kesulitan hidup. Aku yakin selama DI ATAS BUMI KITA BERPIJAK tak ada persoalan yang tak dapat kita atasi, karena sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kesulitan dan kemudahan itu adalah cobaan bagi manusia yg beriman. Allah selalu menguji hamba yang mencintai-Nya atas Dzat yang dicintai hamba-Nya. Keimanan adalah CAHAYA MATA untuk menerangi jalan kehidupan agar manusia tak mudah jatuh dalam lubang kemaksiatan yang akan membawa sengsara dunia dan akhirat. Hanya mengaku beriman tanpa pernah dan mau untuk menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya tak ubahnya seperti MENANTI KEAJAIBAN untuk memperoleh syurga, karena syurga hanya diperuntukkan bagi manusia yang beriman dan bertakwa pada Allah. Setiap persoalan dan kesulitan yang kita alami hendaklah membuat kita MENJADI BIJAK dalam menghadapi serta mengatasinya. Mungkin kebahagian adalah SESUATU YANG TERTUNDA setelah kita berhasil mengatasi persoalan yang kita hadapi, walaupun sebenarnya kebahagian itu tak pernah tertunda, karena kebahagian laksana air yg mengalir, dimana setiap orang dapat meneguk kesegaraannya. Aku berusaha kokohkan lagi semangat yang mungkin pernah PATAH karena terpaan hidup yang kualami, kususun kembali REPIHAN HATI yang hampir mati. Dengan keimanan yg terpatri di hati, ku mencoba untuk hidup yang lebih berarti.

PROLOG hidup baru ku awali dengan hati dan jiwa yang suci. TAK HANYA DIAM dan terpaku dengan kenangan masa silam yang kelam atau termenung MENANTI SEBUAH JAWABAN atas dosa yang pernah ku lakukan, terampuni ataukah tidak. Tetap ku yakin Allah akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya yang benar-benar bertobat kepada-Nya. Aku terus perELOK hati agar menjadi hamba yang selalu mendapat rahmat dan ampunan-Nya. Karena ku tahu SIAPA GERANGAN DIRINYA yang mampu MENEROBOS GELAP rintangan hidup adalah manusia yang muttaqin, manusia juara. Aku akan selalu berusaha SAVE MY SOUL dari hal yang tercela dan dilarang Allah hingga AKHIR DUNIA. Insya Allah Dia akan selalu memudahkan urusanku didunia dan akhirat kelak. DAN TERNYATA CINTA kepada Allah dan Rasul-Nya yang menguatkan aku serta membuat hati dan jiwaku menjadi tenang, menjadikan hidup lebih terarah & penuh hikmah. Ku selalu berdo'a dan berharap suci dari dosa hingga MASIH TETAP TERSENYUM saat Izroil menjemputku, mati dalam keadaan khusnulkhootimah. Amin....

Selasa, 23 Juni 2009

Pada Hari Dimana Kaki-kaki Tergelincir

Shahdan aku berada diantara jejalan manusia, berputar mengitari kubus hitam, Ka’bah. Tawaf... sebuah ritual bagian dari ibadah umroh. Ia bagai kehidupan, maju dan bergerak, ia juga bagai waktu..maju dan berputar. Ia tak pernah berhenti, juga dihentikan apalagi mundur. Berputar. Bergerak.

Aku berada diantara kerumunan dan himpitan jamaah. Aku hanyut diantara gumam doa & dzikir yang melenakan yang membuat aku lupa semua. Lupa ummi ayahku, anak atau suami, kakak, adikku serta sahabat, ustazd, kolega, rekanan, mitra.Kecuali diri dan diri saja.

Derap langkah dari kaki-kaki tak beralas tak mengenal usia terus mengitari kubus hitam. Terkadang berkejaran dikala tertinggal oleh sang rekan. Kami terus mengitari, ikuti sirkulasi hingga disudut rukun Yamani, lalu lari lari kecil sambil berdoa ' Robbana athina fi dunnya khasanah wa fiil akhirati khasanah waa qina 'azaban naar. Lalu memulai lagi dengan menghadap ke sudut ka’bah, dengan sekilas kecupan: 'Bismiallah Wa Allah Akbar..’

Jantungku berdegup, ada sebuah klik diqalbu, sebuah proses kimia yang hadir secara spontan. Kemistri ? Ada takjub, rasa damai berbaur haru pada sang Ka'bah. Ohh..jatuh cintakah aku? Bukan ! Bukan jatuh cinta pada sikubus hitam itu. Aku bukan penyembah Ka'bah. Entahlah. Sukar aku menggambarkan asa ini, tapi aku tahu ia hanyalah sebuah simbol keseragaman arah untuk menyembah sang Khalik kita.

Saat bergerak mendekati Ka'bah, aku merasakan bahwa arus jamaah yang melakukan tawaf ibarat anak sungai yang bergabung dengan sebuah sungai besar. Terasa semakin dekat ke pusat tekanan dari keramaian orang, semakin terdesak masuk begitu kuat ke orbit Rumah Allah, sehingga seakan-akan kita diberi sebuah kehidupan baru.

Pada putaran ketujuh..terbetik hasyrat tuk mengusap dan mengecup hajar aswad disudut kabah. Ahh..niat ini kuurungkan...ku tak mampu memerangi arus manusia yang begitu dahsyat hanya untuk mengusap atau mengecup sang batu hitam yang aku tahu kalau usapan itu tidak akan membawa manfaat atau madharat. Bukanlah sebuah syarat yang sarat untuk keafdholan tawafku.

Tafakkur: Tawaf dan sholat sunnah usai kulakukan...ada ruang tersedia cukup untukku bersimpuh sejajar dengan pintu Mu’tazam, pintu dambaan setiap jamaah.Konon siapapun yang berdoa dipintu ini permohonnya di ijabah. Begitu kuberharap.

'Ohh, apalah diri ini? Betapa kecil dan kerdil dihadapnMu ya Rabb'. Begitu keluhku disaat keningku menyentuh lantai sejuk, dalam sujudku. Lalu kumohon hampura atas dosa dan khilaf, baik yang disengaja atau tidak, yang diketahui atau tidak, yang lalu, kini dan akan datang.

Disitulah, di pintu Mu'tazam, sebagai salah satu tempat dan saat yang tepat untuk memohon kepada Allah: Ku-ucap kembali testimoniku, kesaksianku bahwa tidak ada Ilah tapi Allah, Rabbku, dan Muhammad adalah Rasulku, dan Islam sebagai Ad-din, penyerahan total dan utuh.

Ya, dipintu ini kusampaikan komitmenku akan Islamku. Sirratal Mustaqim Saat itu terasa akan kesendirianku.Yaa aku tengah sendiri... kuberjalan terseok seok menyeret kakiku tanpak terompah. Sendiri. Di Padang Masyhar yang tak berbatas luas, putih menyilaukan mata, panas... kami digiring untuk menghadiri hari hari peradilan, hari hari pembalasan dan hari-hari lainnya.

Sampai tiba saatnya aku berdiri diatas titian ‘Sirratal mustaqim...’ Lalu bagaimana aku bisa mementaskan diriku ke seberang sana..bagaimana aku bisa menginjakan kakiku tanpak terluka dan teriris oleh tajamnya Titian yang begitu berkilat menyilaiukan mata. Mampukah aku? Bisakah aku ya Rabb. Akan tergelincirkah aku, tercampakah aku di kuali NaarMu yang maha panas itu ?

Aku hanyut dengan bayang dan khayalku sendiri. Sebelum aku tahu jawabnya...mataku memanas, perih dan meluncurlah bulir bulir air mata tak tertahankan. Aku disergap oleh rasa takut. Ngeri. Aku terpenjarakan oleh rasa khauf.

Ya Rabb Tuhanku...sambil kuusap airmataku.
Penghambaanku untukMu semata, kecintaanku pada sunnah da RasulMu, kuupayakan semaksimal mungkin. Aku senantiasa menjaga istiqomahku dalam kondisi dan lingkungan apapun agar aku tidak terjerembab pada kuala jahannam kelak.

Kupejamkan mataku, lalu aku berbisik..bukankah aku selalu memohon padaMu, setiap hari, tujuh belas kali atau lebih agar aku, kami ditunjukan jalan yang lurus " Ih-dinaas-Siratal-Mustaqim".

Ya Rabb Tuhanku... Akankah semua ibadah dan amalku Engkau terima? Akankah benih kebaikan yang pernah kusemai akan mementaskanku kesebarang titian sana ? "

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya". (QS. 99:7).
Lalu aku didera lagi oleh selaksa pertanyaan. ‘Sudahkah aku meringankan beban dan kesusahan saudara-saudarakuku, sudahkah kita menyandangi tubuh mereka yang dhuafa dan rentan, mengenyangkan perutnya yang lapar...dan datang menjenguk menebar cinta dan kasih sayang ? Sudahkah?

Kalaupun iya..mestiny aku, kita ‘ tanpak mengharap dan mencari pengakuan atau pujian manusia, tanpak meninggalkan sifat berbangga diri, tidak berlaku khianat kepada sahabat dan kerabat dan membebaskan sifat hasyad atau dengki, atau menahan amarah, atau untuk tidak membeberkan kejelakan orang lain sehingga Allah Murka pada hari perjumpaan nanti.

Aku beristghfar...mataku nanar memandang motif gurat-gurat lantai marmer nan sejuk, sambil mengusap bulir-bulir air mata dipipiku... Lalu... sabarkah aku dikala ujian melanda, dikala cerca dan maki menerpaku, disaat sindiran dan cemoohan atau kritik datang bergantian memborbardir diriku ? Ikhlaskah aku ?
Belum ya Rabb? aku menggeleng kepala...’Beluuum” Sering hati yang rapuh dan mudah hiba ini begitu mudah terjerembab hingga aku sering terkecoh oleh ego dan emosiku.

Itulah sebabnya aku datang bersimpuh untuk memohon ampunan dan agar bulir air mata ini mampu membasuh dan membilas dosa serta membeningjernihkan qalbuku, mengikis karat-karat khurafat yang barangkali sempat menyelimut dikisi-kisi nuraniku. Baguskanlah akhlakku, akhlak kami, ...sehingga kami bisa mentas ke seberang Siratal mustaqim dan lulus menempati emperan JannahMu.

Mudahkan derap langkah kakiku bersama saudaraku lainnya untuk sebuah keperluan hingga terpenuhi, hingga Engkau mengokohkan kak-kaki kami pada hari dimana kaki-kaki tergelincir. Penuhi permohonan ini ya Rabb. Amien

Sabtu, 13 Juni 2009

Salahkah Bercita-cita Menjadi Kaya?

“Perumpamaan orang yang membelanjakan hartanya untuk mencari keridhaan Allah seperti sebuah kebun yang terletak di daratan tinggi yang disiram hujan lebat, maka kebun itu akan menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis pun memadai...” (QS al-Baqarah [2]: 265)

Siapa yang menolak jadi jutawan atau milyader? Tentunya hampir semua orang pasti ingin memiliki harta yang berkecukupan. Seseorang dengan uang melimpah bisa membeli semua barang-barang yang diimpikannya. Mau baju bagus, ia bisa membelinya di toko terkenal. Ingin rumah mewah, ia juga bisa membelinya di kawasan elit. Berbagai kebutuhan maupun keinginan, bisa diwujudkan.

Salahkah bila kita mengharapkan itu semua? Berharap menjadi kaya?

Saudaraku, tidaklah salah jika seseorang bercita-cita menjadi kaya. Yang salah adalah jika ada yang menyatakan dan meyakini bahwa kekayaaan merupakan ukuran kemuliaan, dan kemiskinan adalah suatu kehinaan. Padahal, kekayaan dan kemiskinan adalah ujian dari Allah untuk hamba-hamba-Nya.

Islam mengajarkan kita untuk menjadi orang kaya. Rasulullah adalah seorang kaya raya. Demikian juga para sahabat. Selain kaya, mereka berprestasi sehingga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Namun, meskipun kaya tapi hidup mereka sederhana. Intinya, Rasulullah dan para sahabat tetap menjalankan kehidupan yang proporsional. Karena mereka tidak hanya mengejar kebahagiaan dunia, namun akhirat pun tetap menjadi tujuan hidupnya.

Ingatlah bahwa semua kekayaan yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Sebagai hamba-Nya, kita harus dapat memanfaatkannya. Pertama, kita mendapatkannya dengan cara yang halal. Kedua, membelanjakannya dengan cara yang halal juga. Ketiga, adanya harapan bahwa semua yang telah kita lakukan mendapat ridha dari Allah SWT, termasuk kekayaan yang dimiliki menjadi barakah. Yaitu kekayaan yang membuat pemiliknya merasa qana’ah (puas dan merasa cukup), memiliki batin yang tenang dan membawa pemiliknya menjadi lebih nulia daripada kekayaan yang dimiliki.

Insya Allah, dengan begitu kekayaan dapat digunakan utnuk meraih kebahagian dunia dan akhirat. Caranya, harta tersebut hendaknya dibelanjakan di jalan Allah melalui zakat, infak dan shadaqah. Sebaliknya, bila kekayaan dibelanjakan hanya untuk kesenangan hawa nafsu semata, maka pemiliknya tidak akan merasa puas, tidak tenteram, dan yang lebih parah lagi, ia menjadi terhina karena kekayaan yang dimilikinya.

Selasa, 09 Juni 2009

'Ayah, bolehkah berpacaran?'


ABSTRACT:
Mungkin ada diantara kita selaku orangtua yang tidak mampu bersikap tegas dalam menyampaikan ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan psikoseksual remaja. Kita 'malu' menyampaikan kebenaran, padahal itu adalah kewajiban kita untuk menyampaikannya dan hak mereka untuk mengetahuinya. 'Ayah, bolehkah berpacaran?' mungkin salah satu pertanyaan yang lambat laun akan menyergap kita. Salah satu jawaban yang cerdas, memuaskan dan tepat, mungkin dapat kita simak dari artikel di bawah ini.

Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk memberikan yang terbaik kepada putra-putri kita, yaitu pendidikan yang baik dan adab yang mulia.
------------------------------------------------------------------

Seorang ayah, bila ia mempunyai putra yang beranjak remaja, lambat atau cepat ia akan disergap oleh pertanyaan seperti ini: 'Ayah, bolehkah berpacaran?' Pengertian 'berpacaran' menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bercintaan, berkasih-kasihan.

Sebagai Ayah yang baik, kita sudah seharusnya sejak jauh hari berusaha menyiapkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tak terduga seperti itu. Namun seringkali kita tidak siap dengan jawaban ketika pertanyaan tadi terlontar dari mulut anak kita. Seorang ayah mempunyai posisi strategis. AYAH TIDAK SAJA MENJADI PEMIMPIN BAGI KELUARGANYA, SEORANG AYAH JUGA SEHARUSNYA BISA MENJADI TEMAN BAGI ANAK-ANAKNYA, MENJADI NARASUMBER DAN GURU BAGI ANAK-ANAKNYA.

'Tiada pemberian seorang bapak terhadap anak-anaknya yang lebih baik dari pada (pendidikan) yang baik dan adab yang mulia.' (HR At-Tirmidzy)

'Barangsiapa yang mengabaikan pendidikan anak, maka ia telah berbuat jahat secara terang-terangan ...'�Ibnu Qayyim.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertangungjawaban terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang suami (ayah) adalah pemimpin bagi anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dipimpinnya atas mereka." (HR Muslim).

Ada sebuah contoh yang datangnya dari keluarga Pak Syamsi. Ketika Iwan anak remajanya bertanya soal berpacaran, Pak Syamsi yang memang sudah sejak lama mempersiapkan diri, dengan santai memberikan jawaban seperti ini: 'Boleh nak, sejauh berpacaran yang dimaksud adalah sebagaimana yang terjadi antara Ayah dan Bunda' Pak Syamsi menjelaskan kepada Iwan, bahwa berpacaran adalah menjalin tali kasih, menjalin kasih sayang, dengan lawan jenis, untuk saling kenal-mengenal, untuk sama-sama memahami kebesaran Allah di balik tumbuhnya rasa kasih dan sayang itu. Oleh karena itu, berpacaran adalah ibadah. Dan SEBAGAI IBADAH, BERPACARAN HARUSLAH DILAKUKAN SESUAI DENGAN KETENTUAN ALLAH, YAITU DI DALAM LEMBAGA PERKAWINAN.

Di dalam sebuah Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya.' 'Di luar ketentuan tadi, maka yang sesungguhnya terjadi adalah perbuatan mendekati zina, suatu perbuatan keji dan terkutuk yang diharamkan ajaran Islam (Qs. 17:32).

Allah SWT telah mengharamkan zina dan hal-hal yang bertendensi ke arah itu, termasuk berupa kata-kata (yang merangsang), berupa perbuatan-perbuatan tertentu (seperti membelai dan sebagainya).' Demikian penjelasan Pak Syamsi kepada Iwan anak remajanya.

"DI DALAM LEMBAGA PERKAWINAN, ANANDA BISA BERPACARAN DENGAN BEBAS DAN TENANG, BISA SALING MEMEMBELAI DAN MENGASIHI, BAHKAN LEBIH JAUH DARI ITU, YANG SEMULA HARAM MENJADI HALAL SETELAH MENIKAH, YANG SEMULA DIHARAMKAN TIBA-TIBA MENJADI HAK BAGI SUAMI ATAU ISTRI YANG APABILA DITUNAIKAN DENGAN IKHLAS KEPADA ALLAH AKAN MENDATANGKAN PAHALA." Demikian penjelasan pak Syamsi kepada Iwan.

"Namun jangan lupa," sambung pak Syamsi, "ISLAM MENGAJARKAN DUA HAL YAITU MEMENUHI HAK DAN KEWAJIBAN SECARA SEIMBANG. DI DALAM LEMBAGA PERKAWINAN, KITA TIDAK SAJA BISA MENDAPATKAN HAK-HAK KITA SEBAGAI SUAMI ATAU ISTERI, NAMUN JUGA DITUNTUT UNTUK MEMENUHI KEWAJIBAN, MENAFKAHI DENGAN LAYAK, MEMBERI TEMPAT BERNAUNG YANG LAYAK, DAN YANG TERPENTING ADALAH MEMBERI PENDIDIKAN YANG LAYAK BAGI ANAK-ANAK KELAK ..."


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seorang yang membina anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah satu sha' ... (HR At-Tirmidzy).

"Nah, apabila ananda sudah merasa mampu memenuhi kedua hal tadi, yaitu hak dan kewajiban yang seimbang, maka segeralah susun sebuah rencana berpacaran yang baik di dalam sebuah lembaga perkawinan yang dicontohkan Rasulullah..." Demikian imbuh pak Syamsi.

Seringkali kita sebagai orangtua tidak mampu bersikap tegas di dalam menyampaikan ajaran Islam, terutama yang sangat berhubungan dengan perkembangan psikoseksual remaja. Seringkali kita 'malu' menyampaikan kebenaran yang merupakan kewajiban kita untuk menyampaikannya, sekaligus merupakan hak anak untuk mengetahuinya. Sebagai anak, seorang Iwan memang harus mempunyai tempat yang cukup layak untuk menumpahkan aneka pertanyaannya. Sebagai lelaki muda, yang ia butuhkan adalah sosok ayah yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan cerdas, memuaskan, dan tepat. Seorang ayah yang mampu menjawab pertanyaan bukan dengan marah-marah. Berapa banyak remaja seperti Iwan diantara kita yang tidak punya tempat bertanya yang cukup layak?

Bagi seorang Iwan, sebagaimana dia melihat kenyataan yang terjadi di depan matanya, berpacaran adalah memadu kasih diantara dua jenis kelamin yang berbeda, sebuah ajang penjajagan, saling kenal diantara dua jenis kelamin berbeda, antara remaja putra dengan remaja putri, yang belum tentu bermuara ke dalam lembaga perkawinan. Hampir tak ada seorang pun remaja seperti Iwan yang mau menyadari, bahwa perilaku seperti itu adalah upaya-upaya mendekati zina, bahkan zina itu sendiri!

Celakanya, hanya sedikit saja diantara orangtua yang mau bersikap tegas terhadap perilaku seperti ini. Bahkan, seringkali sebagian dari orangtua kita justru merasa malu jika anaknya yang sudah menginjak usia remaja belum juga punya pacar. Sebaliknya, begitu banyak orangtua yang merasa bangga jika mengetahui anaknya sudah punya pacar. 'Berapa banyak kejahatan yang telah kita buat secara terang-terangan ...?'

Di sebuah stasiun televisi swasta, ada program yang dirancang untuk mempertemukan dua remaja berlawanan jenis untuk kelak menjadi pacar. Di stasiun teve lainnya ada sebuah program berpacaran (dalam artian perbuatan mendekati zina) yang justru diasosiasikan dengan heroisme, antara lain dengan menyebut para pelakunya (para pemburu pacar) sebagai "pejuang." Dan bahkan para "pejuang" ini mendapat hadiah berupa uang tunai yang menggiurkan anak-anak remaja. Perilaku para "pejuang" ini disaksikan oleh banyak remaja, sehingga menjadi contoh bagi mereka.

Makna pejuang telah bergeser jauh dari tempatnya semula. Seseorang yang melakukan perbuatan mendekati zina disebut "pejuang." Hampir tidak pernah kita mendengar ada seorang pelajar yang berprestasi disebut pejuang. Jarang kita dengar seorang atlet berprestasi disebut pejuang.

*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,

Abu Aufa

Memadu Cinta di Taman Islam


KEDUDUKAN CINTA

Umat secara keseluruhan sepakat bahwa cinta pada Allah dan Rasul-Nya adalah wajib. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan maqam tertinggi dari berbagai maqam yang ingin dicapai oleh para pengembara menuju Allah. Semua maqam yang ingin diraih adalah buah dari cinta kepada Allah.

Dasar cinta seorang hamba kepada Allah adalah firman-Nya:

��Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah�� (Almaidah:54)
��adapun orang-orang yang beriman, mereka sangat cinta kepada Allah�� (Albaqarah:165)

�katakanlah, jika Bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, serta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiaannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk pada orang-orang yang fasik (At-Taubah:24)

Islam tidak menafikan adanya perasaan saling mencintai antara sesama manusia, sebab hal itu merupakan fitrah manusia. Secara naluri ia mencintai istri, keluarga, harta dan tempat tinggalnya. Namun, tidak sepatutnya sesuatu yang bersifat duniawi ini lebih ia cenderungi dan ia cintai dibanding Allah dan Rasul-Nya. Jika ia lebih mencintainya, maka berarti tidak sempurna imannya dan dapat terjerumus pada dosa terbesar yakni musyrik. Mencintai Allah dan Rasulnya merupakan jalan menuju keselamatan. Dalam sebuah hadits dikatakan:

�Tatkala seseorang bertanya kepada Rasulullah saw tentang hari kiamat, beliau menjawab dengan sebuah pertanyaan, 'Apa yang sudah engkau persiapkan untuknya?' orang itu menjawab 'tidak lain kecuali bahwa saya mencintai Allah dan Rasul-Nya'. Rasulullah Saw menjawab, 'Engkau beserta orang yang engkau cintai'. (H.R. Bukhari Muslim)

Cinta yang tulus adalah keimanan yang benar

Cinta hamba kepada Allah merupakan hal yang bisa mengangkatnya ke maqam dan derajat yang tinggi, sempurna, dan suci. Kedudukan yang tinggi ini menuntut sang hamba untuk berkorban demi kekasihnya, sebagaimana yang berlaku pada setiap orang yang mencinta. Sang pecinta harus rela mencintai objek cintanya dengan sepenuh hati dan fikiran. Ia harus sanggup berkorban demi yang dicintai dengan penuh suka cita. Ia juga harus lapang dada dan rela atas segala yang kurang berkenan dirasakan dari kekasihnya, juga harus sabar atas segala ujian yang menimpanya karena cinta itu.

Mengapa demikian, karena cinta, sebagaimana yang lazimnya terjalin antara sesama manusia, merupakan sebuah jalinan di luar nalar dan pengetahuan. Ia merupakan kecenderungan dan emosi yang berada di atas kehendak dan keinginan.

Setiap diri kita bisa saja mengenal dan tidak ada masalah dengan si Fulan, atau mengetahui dan senang dengan suatu benda, akan tetapi itu saja tidak cukup untuk menamai perasaan kita itu sebagai cinta. Perasaan cinta lebih dalam pengaruhnya dari itu. Ia lebih mengharu biru dan merampas hati. Bahkan cinta sejati adalah yang tidak memberikan ruang kosong dalam hati., tidak memberi jalan sedikitpun dalam jiwa bagi yang lain selain kekasih.

Jika telah sampai pada tingkat demikian, maka cinta kepada Allah itulah keimanan yang hakiki. Keimanan yang hakiki bukanlah sekedar pengetahuan dan ketundukan jiwa. Dengan kata lain, iman yang benar adalah imannya sang pencinta yang bergairah kepada Allah, yang bahkan bisa memabukkan dan melupakan diri sendiri. Cinta yang pengaruhnya tampak pada seluruh ucapan, tindakan dan sikap.

Adapun keimanan yang gersang, yang dingin dan pasif, yang tidak melampaui sekedar ketundukan jiwa dan pernyataan lisan, tidak pula tampak pengaruhnya pada aktivitas yang positif, maka itu bukanlah keimanan yang dikehendaki Allah dari hamba-Nya.

Seorang mukmin yang hakiki adalah orang yang memahami keindahan dan keagungan Allah, mengetahui kasih sayang dan kebaikan Allah. Disamping itu, ia meyakini sepenuhnya bahwa Allahlah satu-satunya pemberi nikmat dan anugerah. Tiada nikmat kecuali bahwa Dialah sumbernya, tiada anugerah kecuali dari-Nya. Dengan kesadaran ruhani seperti inilah ia mencintai-Nya. Hatinya sibuk memikirkan-Nya. Seluruh aktivitasnya ditujukan kepada-Nya semata. Kelezatan yang ia rasakan hanya ada dalam ketaatan kepada segala perintah-Nya. Ia memiliki kesempatan untuk menunaikan tugas dari-Nya, dengan senang dan bahagia, damai hatinya dan tegap langkahnya. Jika sang kekasih yang dicintai berbuat baik kepadanya, diterimanya kebaikan itu dengan rasa syukur, baik dengan lisan, hati maupun perbuatan. Jika ia mendapati kesulitan dalam perjuangan mencapai ridha-Nya, ia tegar, berlapang dada, dan sabar tanpa keluh kesah dan perasaan kecewa.

Mengapa kita mencintai Allah?

Dengan sedikit renungan, kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa Allah SWT Dzat yang paling berhak untuk dicintai. Dia lebih patut menjadi labuhan hati dibanding orang tua, anak, bahkan diri sendiri.

Hal yang paling mudah difahami oleh akal fikiran, mengapa kita hanya patut mencintai-Nya adalah karena anugerah nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Kenikmatan yang seluruh manusia tenggelam di kedalaman samuderanya, yang mengiringi manusia dalam hirupan nafas dan detak jantungnya, yang menyertainya di setiap tempat dan waktu, yang bersama keluasan dan keabadiaannya semata bersumber dari Dzat Allah Swt.

Untuk mengingatkan hamba-hamba-Nya akan nikmat ini, Allah Swt berfirman: �Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan menghitungnya ��(An-Nahl:18)

Rasulullah Saw bersabda:

�Cintailah Allah karena nikmat yang dianugerahkan kepada kalian, cintailah aku karena cinta kalian kepada-Nya, dan cintailah ahlulbaitku karena cinta kalian padaku�. (HR. Tirmidzi dan Al-Hakim).

Wahai sahabat, apakah patut dan masuk akal jika kita menikmati semua ciptaan-Nya, mulai dari cahaya, indahnya waktu pagi dan petang, harmoninya ciptaan seluruh mahluk nan menakjubkan, bumi dan langit yang bisa dimanfaatkan, sebagaimana firman-Nya, �� yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian��( Al-Baqarah:29)

Dan juga firman-Nya, �� dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin� , tetapi mengapa kita tidak menunaikan syukur dan tidak pula mengerti kadar nilainya?

Apakah tidak berpengaruh dalam hati kita, bagaimana luas nikmat-Nya dan bertebaran ihsan-Nya, yang kekuasaan-Nya menyilaukan orang yang memandang. Nikmat-Nya adalah keagungan yang tidak dapat diidentifikasi, ilmu yang tiada satu biji atompun di langit dan di bumi yang tidak terdeteksi, dan kearifan yang mencermatkan seluruh makhluk yang dicipta-Nya.

Maka berbahagialah orang yang mencium aroma keelokan-Nya dan mampu menangkap cahaya pancaran keindahan-Nya. Berbahagialah orang yang dapat meneguk anggur kenikmatan-Nya meski bercampuran. Memang, seringkali kita menangkap sesuatu namun tidak memahami substansinya. Seorang penyair bertutur:

Sesuatu yang sering memabukkan orang,
Adalah sesuatu yang disebutnya sebagai kecantikan,
Namun aku tiada pernah mengerti apakah itu

Sebagian ahli hikmah pernah berkata kepada para muridnya, �seluruh manusia sungguh merindukan Allah. Tahukah kalian mengapa demikian? Itu karena mereka merindukan kebajikan yang tiada batas, kesempurnaan yang tiada bertepi, keindahan yang tiada terukur. Semua hanyalah ada pada Allah SWT�.

Bukankah matahari, makhluk yang tampak paling menonjol, paling elok, dan paling hebat yang pernah engkau lihat, hanyalah pantulan dari cahaya-Nya?

Sungguh, pada matahari itu tersirat tanda-tanda keagungan, keindahan, keperkasaan, dan kehebatan penciptanya. Kita bisa membaca tanda-tanda keagungan itu di sana. Dengan itu semua kita bersimpuh dan bersujud.

Jika kita mencintai seseorang karena pemberian dan kebaikannya, karena akhlak dan sifat-sifat terpujinya, maka sungguh kita lebih patut mencintai sumber nikmat dan kemurahan itu.

Bahkan seandainya mereka telah mampu merasakan betapa nikmat cinta-Nya, maka mereka akan disibukkan perhatiannya oleh gejolak perasaan ini hingga menjadi pecinta yang menikmati asyiknya memadu kasih.

Mereka yang menjaga dan menghindarkan diri dari buaian syahwat dengan tujuan hanya mendekatkan diri pada Allah.

Wallohu A'lam Bishowab

Seseorang yang sedang belajar untuk mencintai-Nya
Daftar pustaka: Memadu Cinta di Taman Islam, Ahmad Nashib Al-Mahamid

Si Pencari Cinta

Alkisah di suatu zaman, hidup seorang lelaki yang mencari cinta, namanya Arjuna. Saking ngebetnya, gunung tertinggi didaki, isi bumi dijelajahi, lautan pun diarungi, cuma untuk mencari tempat berlabuh, yaitu wanita. Gilee beneer... Nih Arjuna, kagak peduli gunung, bumi, lautan, alam semesta ini punya siapa, maen grasak-grusuk aja! Di setiap tempat Arjuna berkata, "Wahai wanita, cintailah aku." Ih... nih anak, malu-maluin ya! Masa' sih sampe' gitu-gitu banget, ya...namanya juga pencari cinta bo!

Di kisah yang lain, seorang laki-laki yang bernama Ibrahim pun mencari cinta. Saat malam mulai menyapa alam, tampak sebuah bintang, tak lama kemudian sang bintang pun tenggelam. "Aku tak menyukai yang tenggelam," kata Ibrahim. Beberapa saat kemudian, terbitlah sang rembulan, bersinar indah penuh kelembutan. Namun, bulan pun hanya sesaat, tersipu malu dengan keindahannya. Semburat cahaya subuh pun menyeruak kegelapan, kokok ayam jantan membelah tetesan embun pagi, tak lama keperkasaan mentari mewayungi jagat raya ini, "Inikah dia yang kucari?" tanya beliau pula. Bukan...bukan itu, karena mentari pun bersujud, lalu merunduk sembunyi.

Ikhwah fillah rahimakumullah...
Kisah di atas adalah ilustrasi dari 2 manusia si pencari cinta. Di dunia ini, betapa banyak orang-orang yang mencari cinta. Namun jelas ada bedanya disini, antara laki-laki yang bernama Arjuna dengan Ibrahim a.s., yang namanya termaktub indah di lembaran suci Al Qur'an. Arjuna mencari cintanya tanpa tedeng aling-aling, gak peduli sana-sini, jumpalitan, cuma mencari cinta wanita. Emangnya salah si Arjuna, karena mencari cinta? Ih...jangan protes dulu dong, emang sih fitrah manusia itu ya pasti merasakan cinta [QS Al Imran: 14]. Tapi apa iya harus seperti itu? Masa' sih akal, nalar dan fikiran sampe' gak jalan, bahkan hingga melebihi cinta-Nya! Waduh...

Padahal banyak kisah cinta sejati di dunia ini lho, salah satunya adalah cinta Ibrahim yang tak pernah pudar, setelah ia mengenal dan mengetahui siapa yang patut menerima cintanya. Beliau mengenal, dan kemudian sayang, lantas jatuh hati kepada Sang Pencipta. Karena itu yang dicintai pun berkenan menyambut cintanya, bahkan menjadikannya sebagai khalilullah [QS An Nisaa': 125].

Cinta disini bukan cinta yang penuh kepalsuan, emosi apalagi birahi, namun cinta laksana mutiara yang memancarkan cintanya pada Rabb seluruh jagat raya ini, mengaliri denyut nadi, helaan nafas serta aliran butir darah untuk tunduk dan patuh pada titah-Nya. Cinta ini mestinya menempati prioritas utama pada diri seorang muslim, yakni cinta kepada Allah SWT, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Inilah cinta hakiki!

Dari nenek moyang kita dulu, sampe' sekarang, buanyak buanget manusia-manusia yang telah jatuh cinta, namun apakah cinta mereka dan kita adalah cinta hakiki sebagaimana cinta mereka yang disebut 'manusia langit?'

Adakah cinta kita adalah cinta seorang Sumayah binti Khayyath, yang siap menjadi syahidah pertama dalam sejarah Islam demi mempertahankan akidah yang dicintainya. Ataukah Ali bin Abi Thalib r.a. yang rela 'pasang badan' menggantikan Rasulullah SAW di tempat tidurnya sewaktu beliau keluar untuk hijrah, padahal beliau tahu maut telah didepan mata siap mengancam jiwanya? Atau pun Abu Bakar Shiddiq r.a. yang tak kalah ikhlas tangan dan kakinya dipatuk binatang berbisa saat berdua dengan seseorang yang dicintainya? Ia tak ingin tubuh orang yang dicintai dan dikasihinya tersentuh sedikitpun oleh binatang-binatang yang berbisa itu.

Mereka hanyalah sedikit contoh dari orang-orang yang jatuh cinta dengan cinta yang sebenarnya. Sebuah cinta sejati, cinta hakiki yang mengharapkan ridho Illahi Rabbi.

Nah...sekarang milih yang mana, seorang Arjuna yang grasak-grusuk mencari cinta, atau seorang Ibrahim a.s., Sumayah binti Khayyath, Ali bin Abi Thalib r.a. atau pun Abu Bakar Shiddiq r.a. yang mencari cinta sejati?

Ya akhi wa ukhti,
Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai hamba-hamba yang selalu mendambakan cinta, keridhoan kepada-Nya ya, insya Allah, aamin allahumma aamiin.

Kutahu pasti cinta-Mu dalam dan murni
Namun mengapa sulit untukku mendapatkan cinta dari-Mu

Hidupku ini terasa hampa dan sunyi
Tanpa belaian kasih sayang-Mu
Cintailah hamba-Mu ini Ya Allah ...

Allah ...
Leraikanlah segala beban di dunia ini
Hanya pada-Mu yang kuharap hanya cinta ikhlas-Mu
Merasuk ke dalam kalbu Allah dengarkanlah hamba-Mu

Allah ...
Dengarkanlah bisikan suara hatiku
Hapuskan noda dan dosa di kalbu
Hanya pada-Mu Agar aku dapat menggapai cinta-Mu

Cintaku pada-Mu ya Allah
Ya Allah

Ku bersujud kepada-Mu Mengharapkan cinta suci-Mu (Snada: Cinta Ilahi)

*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA* Al-Hubb Fillah wa Lillah,

"JILBAB,GUA BANGET,TAK BERJILBAB MALU ATUH"

Aku datang atas nama Kaum Adam
Tuk sampaikan resahnya pada Kaum hawa
Yang hitam indah terurai panjang
Dengan rangka yang memang memukau

Kadang kau aku suka,
Ku suka dengan senyummu
Hingga akhirnya diriku ingin dekat dirimu
Ujung atas hingga jengkal langkah
Kadang suka aku pandangi

Astagfirullah, maafkan aku yaa Allah
Diriku telah memuji sebuah kesalahan
Namun Alhamdulillah kini aku pun sadar
Akhirnya aku coba tuk teruskan

Wahai kaum Hawa aku pernah melihat
Melihat cahaya di balik kesalahanmu
Yaitu wajah yang lugu
Yaitu wajah yang sayu

Namun semua itu sayang seribu sayang
Karena semua itu di luar perintah-Nya
Semua itu ada di larangan-Nya
Semua itu kerugian untuk Kaum Hawa

Semua itu tiada arti
Karena kecantikanmu ada dalam kesalahan
Memang kadang aku terhindar� dari kesalahanmu
Namun sayang itu semua hanya bersifat� sementara

Wahai kaum Hawa tidak banyak yang aku minta dari dirimu
Yang aku minta keluarlah dari kesalahanmu
Segeralah kau tutup anggota tubuhmu

Wahai Kaum Hawa aku tidak mau
Dirimu terjerat seumur hidupmu dalam kesalahan
Aku ingin kau segera sadar
Dan jika kau belum sadar
Maka berlarilah hingga� kau menyadari
Semuanya dan tahu letak kesalahanmu

Wahai kaum Hawa dunia memang indah
Namun haruskah kita larut dalam keindahan yang sementara
Wahai Kaum Hawa kita ada yang menciptakan
Pastaskah kita melawan-Nya dan selalu dalam larangan-Nya

Wahai Kaum Hawa
Atas nama Kaum Adam
Aku ingin kau sadar untuk segera mungkin
Jangan tunggu hari esok
Karena mungkin kita di hari esok akan mati

Wahai Kaum Hawa� aku ingin kau benar
Dengan sehelai kain yang tak tembus pandang
Kau bentuklah kain itu seperti jubah
Lalu tutuplah si hitam yang terurai panjang
Hingga dua titik tidak terbentuk

Aku tahu semua ini berat tuk dilaksanakan
Namun kau harus ingat ini sebuah kebenaran
Dengan menutup tubuhmu
Dirimu akan mempesona

Perlu kau tahu dengan menutup tubuhmu
Kami kaum Adam telah kau selamatkan
Kau selamatkan dari derasnya dosa
Yang kita rasa bersama-sama

NB :
Untaian kata ini aku buat untuk para wanita terutama yang masih belum sempat atau masih lupa memakai jilbab.
Perlu kita ketahui bersama-sama bahwasanya seorang wanita yang terlihat auratnya maka, yang melihat dan yang terlihat sama-sama kena dosa. Bayangkan jika setiap detik aurat itu terlihat maka selama itu dosa mengalir dan mungkin jika di jumlah melebihi hutang bangsa ini. Masihkah kita tetap rela dosa itu tetap mengalir dan merasakan panasnya neraka kelak.Oleh karena itu cobalah untuk memulainya (memakai jilbab)saat ini jangan tunggu hari esok! "Hindari berpakain tapi telanjang"(tak berjilbab)."JILBAB,GUA BANGET,TAK BERJILBAB MALU ATUH"